Kumpulan Makalah

Subscribe:

Ads 468x60px

Social Icons

About

Blogger news

Blogroll

Jumat, 26 April 2013

Untaian kata-kata dari goresan pena Hujjatul Islam, al-Imam al-Ghazali rahimahullah.

‘Sesungguhnya kebahagiaan, kesenangan, dan kenikmatan sesuatu bergantung pada kondisi dasarnya. Kondisi dasar sesuatu adalah menyangkut untuk apa ia diciptakan. Oleh karena itu, kenikmatan mata adalah dengan melihat yang indah-indah. Kenikmatan telinga adalah dengan mendengar suara-suara merdu. Begitulah seterusnya untuk anggota badan lainnya. Namun, khusus berkaitan dengan hati, kenikmatannya hanyalah manakala ia dapat mengenal Allah swt., karena hati diciptakan untuk itu. Jika manusia mengetahui apa yang tidak diketahuinya, maka senanglah ia. Begitu juga dengan hati. Manakala hati mengenal Allah swt., maka senanglah ia, dan ia tidak sabar untuk ‘menyaksikan-Nya’. Tidak ada yang maujud yang lebih mulia dibanding Allah, karena setiap kemuliaan adalah dengan-Nya dan berasal dari-Nya. Setiap ketinggian ilmu adalah jejak yang dibuat-Nya, dan tidak ada pengetahuan yang lebih digdaya dibanding pengetahuan tentang diri-Nya.’

WASIAT AL-GHAZALI HENDAK WAFAT

Ketika Imam Ghazali pergi ke Rahmatullah pada hari Senin, 14 Jumada al-Tsani 505 H, tepatnya 18 Desember 1111M, dalam usia ke 53. Dan Ahmad saudara Al Ghazali menghubungkan fajar dari hari meninggalnya Al Ghazali. Ia berwudh dan berkata : “Bawakan kain kafanku!” kemudian ia mengambilnya dan menciumnya serta meletakkan di depannya kemudia Al Ghazali berkata : ” Dengan senang hati saya memasuki Kehadirat Kerajaan.” kemudian ia memasuki tempat yang siapapun tidak boleh memasukinya. Saat mereka masuk, didapati Al Ghazali sedang menghadap kiblat dan sudah memakai kain kafannya, serta di atas kafannya terdapat selembar kertas yang berisi syair-syair. Menurut Margareth Smith M.A,Ph.D penulis biografi Al Ghazali dalam bukunya. Dan salah satu syair itu yakni :

Katakanlah kepada teman-temanku, saat mereka melihatku mati.
Mencucurkan air mata padaku, berduka cita atas dalam duka.
Jangan percaya, mayat yang kau lihat adalah aku.
Dengan Nama Allah, kukatakan kepadamu, mayat itu bukan aku.
Aku adalah Ruh, badan ini tidak ada apa-apanya, cuma daging.
Jasad itu, tempat tinggal pakaian sementaraku.
Aku adalah pusaka, dan badan ini hanya kulit penjaga.
Dihiasi debu, melayaniku sebagai tempat keramat.
Akulah mutiara, yang ditinggalkan kulit di padang pasir.
Akulah narapidana, yang menghabiskan waktu dalam duka.
Akulah burung, dan jasad ini adalah sangkarku.
Tatkala aku bebas terbang, ada bekas ku tinggalkan.
Segala puji bagi Tuhan, yang telah melepaskanku, bebas.
Ia persiapkan tampatku, di surga tertinggi.
Hari ini aku mati, setelah aku hidup di tengah-tengahmu.
Kini aku hidup dalam kebenaran, dengan kafan yang terbuang.
Hari ini aku dapat berbicara dengan orang suci di atas sana.
Sekarang tanpa penghalang aku berhadapan melihat Tuhan.
Aku melihat lembaran, dan disitu ku baca isinya.
Semuanyan ada padanya, yang hilang, sedang dan akan terjadi.
Biarkan rumahku hancur, letakkan sangkarku di atas tanah.
Lemparkanlah jasad, sebagai bukti, tidak lebih dari pada itu.
Lepaskan jubahku, karena itu hanyalah pekaian luarku.
Tempatkan semuanya di kuburan, biarkan, agar terlupakan.
Aku telah melalui jalanku, kau akan menyusul kemudian.
Tempat tinggalmu bukan tempat tinggalku.
Jangan kau kira, mati adalah mati, bukan, tetap hidup.
Hidup yang melampaui semua yang di impikan disini.
Selagi di dunia, kita hanya bisa tidur
Mati, lebih dari sekedar tidur, ialah tidur yang dipanjangkan.
Jangan takut saat mati menghampiri mendekatimu.
Mati hanyalah suatu awal menuju rumah yang di berkati.
Pujilah kelembutan-Nya dan datanglah jangan takut.
Apa yang ku alami, akan kau alami.
Sepengetahuanku, engkau juga seperti aku.
Seluruh jiwa manusia berasal dari Tuhan.
Raga mereka semuanya tersusun serupa.
Baik dan buruk, bergembiralah sekarang.
Semoga kedamaian Tuhan dan kesenangan abadi menyertaimu.
WaLLahu A`alam