Kumpulan Makalah

Subscribe:

Ads 468x60px

Social Icons

About

Blogger news

Blogroll

Senin, 23 Juni 2014

MEMPERKOKOH DIRI DENGAN SABAR (Makalah Hadis Sufi I Semester 6)

MAKALAH
MEMPERKOKOH DIRI DENGAN SABAR
Di Susun Guna Memenuhi Tugas:
Mata Kuliah: Hadist Sufi
Dosen Pengampu: Arif Chasanul Muna, M. Ag


Di Susun Oleh:
Tri Wibowo                 (2032 111 009)
Ahmad Ubaidillah      (2032 111 014)
Ali Mustofa                 (2032 111 016)

USHULUDDIN DAN DAKWAH
PROGRAM STUDI AKHLAK TASAWUF
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
PEKALONGAN
2014


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Menurut Imam Al-Ghazali sabar adalah meninggalkan seala macam pekerjaan yang digerakkan hawa nafsu, dan tetap pada menegakkan agama meskipun bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semuanya karena mengharapkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
Maka sabar merupakan sebuah perjuangan (jihad) untuk mengekang hawa nafsu dan kembali ke jalannya Allah. Dengan keadaan yang demikian, sabar menjadi sebuah sifat yang sangat berat. Firman Allah : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,’ (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah : 45-46).
Demikian beratnya melaksanakan sabar sehingga menjadi sifat istimewa yang hanya sanggup dikerjakan bagi orang-orang yang khusu’. Orang yang khusu’ itulah yang benar-benar mempunyai keyakinan yang kuat, niat yang ikhlas, itikad baik, tujuan yang benar dan dengan penuh kesabaran mereka mentaati peraturan agama baik perintah maupun larangan.
Bersabar bukan hanya dilakukan ketika kita mengalami kesusahan dan bencana namun lebih dari itu kita mestilah sabar dalam ketaatan terhadap perintah agama. Misalnya dalam melaksanakan ibadah shalat, puasa, zakat dan haji sangat memerlukan kesabaran. Mengerjakan shalat 5 kali sehari adalah mendidik diri pribadi “sabar” yang menjadi kebiasaan sehari-hari dalam menjalankannya dengan menuntut keridhaannya. Sabar dan Shalat banyak mengandung hikmah antara lain : taat, patuh, setia, bertaqwa kepada Allah.
  1. Rumusan Masalah?
a)      Description Hadist tentang Memperkokoh diri dengan sabar?
b)      Pengertian sabar?
c)      apa saja tingkatan Sabar dan macam-macam sabar?
d)     Mengetahui Urgensi Sabar?


BAB II
PEMBAHASAN
MEMPERKOKOH DIRI DENGAN SABAR
عن ابي امية الشعباني, قال: اتيت ابا ثعلبة الخشني, فقلت له: كَيف تصنع بهذه الأيه؟ قال : أية اية؟ قلت : قوله تعالي : يأيها الذين امنوا عليكم أنفسكم لا يضركم من ضل إذا اهتديتم, قال: أما واالله لقد سأ لت عنها خبيرا, سأ لت عنها رسول االله صل االله عليه وسلم فقا ل: "بل ائتمروا بالمعرف , وتنهوا عن المنكرا , حتي إذا رايت شحا مط عا, وهوى متبعا, ودنيا مؤثرة, وإعجا ب كل ذي رأي برأيه فعليك بخا صة نفسك ودع العوام, فإن من ورائكم أيا ما الصبر فيهن مشل القبض على جمر, للعا مل فيهن مشل أجر خمسين رجللا يعملون مشل عملكم ". قل عبد الله بن المبا رك: وزادني غير عتبة, قيل : يا رسول الله, أجر خمسين منا أو منهم؟ قال : بل أجر خمسين منكم " (رواه التر ميذي).
Artinya: “Di riwayatkan dari abi umayah sa’bani berkata : saya datang/ menemui kepada abu sa’bani al-khusani, kemudian saya berkata kepada beliau: Bagaimana caranya engkau mengerjakan ayat ini? Abu sa’labah berkata, ayat yang mana? Saya berkata: firman Allah S.W.T, “Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian jangan sampai ada seseorang yang menyesatkan ketika kalian itu sudah di berikan petunjuk”, abu sa’labah berkata demi Allah saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w tentang ayat tersebut kemudian Rasul Menjawab perintahkanlah kebagusan, dan laranglah kemungkaran sehingga ketika kamu melihat keburukan yang di ikuti hawa nafsu yang di anut, dunia yang dikejar dan keujuban setiap orang yang berargument dengan akalnya maka jagalah diri kalian dan tinggalkanlah orang-orang awam, sesungguhnya ada beberapa masa yang akan datang diantara kalian semua ada kesabaran yang disamakan seperti menggenggam batu bara/mowo.“Bagi orang yang beramal pada zaman itu seperti halnya ganjaran 50 orang yang beramal seperti amalnya kalian”. Abdullah bin Mubarok berkata: selainya utbah menambahkan riwayat kepadaku. Ada yang bertanya: wahai Rasulullah, ganjaran 50 orang dari golongan kita/dari golongan mereka? Rasul bersabda: ganjaran 50 orang dari golongan kalian. (H.R Imam Tirmidzi).
  1. Pengertian sabar
[1]Sabar merupakan bentuk pengendalian diri`atau kemampuan menghadapi rintangan, kesulitan menerima musibah dengan ikhlas dan dapat menahan marah, titik berat nurani (hati). Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.”
Sabar secara istilah, terdapat beberapa pengertian yang diantaranya adalah: Abu Zakaria Al-Anshori memgemukakan bahwa sabar merupakan kemampuan seseorang mengendalikan diri terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang di senangi maupun yang di benci. Menurut Qosim Junaidi sabar adalah mengalihkan perhatian dari urusan dunia kepada urusan akhirat.[2]
            Toyib sah dalam bukunya Aqidah Akhlak berpendapat bahwa sabar mempunyai dua macam pengertian yairu:
  1. Sabar yang berarti lapang dada dan tabah dalam menghadapi segala kasus, problematika, musibah dan ujian yang menimpa diri sendiri.
  2. Mushabroh yang berarti tabah dan teguh menghadapi persaingan, teguh mempertahankan prinsip, lebih tabah dan teguh dalam menjalani atau tidak.[3]
Dari definisi sabar demikian dapat disimpulkan, yang dimaksud sabar ialah: Tahan terhadap penderitaan atau sesuatu yang disenagi dengan ikhlas dan ridho serta menyerahkan kepada Allah SWT dan tidaklah dinamakan sabar orang yang menahan diri secara paksa, tetapi sabar yang sebenarnaya ialah sabar dalam arti menyerah kepada Allah dengan lapang dada.
  1. Hirarki Sabar
            Al-Ghazali membagi sabar berdasarkan tingkat pengendalian nafsu dalam diri manusia, yaitu terbagi menjadi tiga tingkatan:
a)      Orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsunya karena ia mempunyai daya juang yang tinggi.
b)      Orang yang kalah oleh hawa nafsunya, ia telah mencoba bertahan atas dorongan hawa nafsunya, tetapi karenya kesabaranya lemah maka ia kalah.
c)      Orang yang mempunyai daya tahan terhadap dorongan nafsu tapi suatu ketika ia kalah karena besarnya dorongan nasu. Meskipun demikian, ia bangun lagi dan terus bertahan dengan sabar atas dorongan nafsu tersebut.
  1. Macam-macam Sabar
1)      Sabar terhadap maksiat
Yaitu menahan diri untuk menghindari perbuatan jahat, dan dari perbuatan hawa nasu, dan menghindarkan diri dari semua pebuatan yang mempunyai kemungkinan untuk terjerumus kedalam jurang kehinaan.
2)      Sabar dalam menghadapi ibadah
Sabar dalam menghadapi ibadah, dasarnya ialah prinsip-prinsip islam yang sudah lazim, pelaksanaanya perlu latihan yang tekun dan terus menerus, seperti latihan shalat, ini merupakan kewajiban yang memerlukan kesabaran.
3)      Sabar dalam  menahan diri dari kemunduran
Yaitu menhan diri dari surut kebelakang dan tetap berusaha untuk mempertahankan sesuatu yang telah di yakininya, misalnya pada saat membela kebenaran, melindungi kemaslahatan, mempertahankan harta dari perampok, menjaga nama baik.
  1. Sabar Sebagaimana Dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur’an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT. Para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur’an menjadi beberapa macam:
  1. Sabar merupakan perintah Allah SWT.
Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-baqarah ayat 153:[4]
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلوَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّبِرِيْنَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
  1. Larangan Isti’jal (tergesa-gesa/tidak sabar).
Sebagaimana dalam surat Al-Ahqaf ayat 35:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا اْلعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلاَ تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ
Artinya: “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…..”.
  1. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar.
Di jelaskan dalam surat Al-Anfaal ayat 46:[5]
وَاصْبِرُوْا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّبِرِيْنَ
Artinya: “Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits tersebut menggambarkan kesabaran merupakan “dhiya’ “ (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW dalam haditsnya menerangkan:
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
Artinya: “…Dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR. Muslim).
  1. Urgensi Realisasi sabar
a)      Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
Salah satu contohnya adalah dalam beribadah dapat di-implementasikan dengan bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah, dengan menghadirkan hati untuk tidak bersikap ‘ujub, riya atau pun cari popularitas lainnya. Karena keikhlasan dalam beribadah merupakan syarat mutlak untuk diterimanya semua amalan yang kita lakukan, dan kelak pahalanya seseorang yang mampu dan selalu bersabar di dalam menjaga ketaatannya adalah setara dengan 600 derajat di hadapan Allah SWT.
b)      Sabar di saat sedang dalam menghadapi musibah.
Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan yang lebih baik. Seseorang dapat dikatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Seseorang yang selalu bersabar di saat tengah di timpa musibah, akan mendapatkan sebanyak 300 derajat kemulyaan dari Allah SWT.
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.” Wanita tersebut menjawab: Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku. Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada rasulullah SAW,(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai rasulullah SAW. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.” (HR. Bukhari Muslim).[6]
Dari Suhaib ra, bahwa rasulullah SAW bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ, إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ
إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صََبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya, dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin: yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, untuk berjuang dan lain sebagainya. Karena, seseorang bisa di katakan sabar apabila dalam kehidupannya dia tidak selalu merasa menyesal, dalam hidupnya dia selalu memandang ke arah kemajuan(positive thinking), karena seseorang yang di limpahkan keimanan akan selalu meyakini janji Allah untuk selalu bersabar, sebagaimana janji-Nya dalam akhir surat Az-Zumar ayat 10:
…………….إِنَّمَا يُوَفَّى الصّبِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حَسَابٍ
Artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (Az-Zumar: 10).
  1. Kiat-Kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran guna diri menjadi kokoh.
Ketidaksabaran merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi sejak dini. Karena hal ini memiliki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang manusia. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, dan enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran, diantaranya:
  • Mengikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran.
  • Memperbanyak tilawah (baca: membaca) al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur’an merupakan obat bagi hati manusia.
  • Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
  • Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu kita untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti’jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat “amalan” seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya.
  • Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah/Kos-kosan hendaklah dilatih untuk beraktifitas positif seperti membaca, beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi. Dan kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah.
  • Membaca kisah-kisah kesabaran para Nabi, sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh yang kemudin dapat di aplikasikan dalam kehidupan nyata di dunia.[7]


BAB III
PENUTUP
*      Kesimpulan
Inilah sekelumit Tekstualis mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar merupakan salah satu sifat dan karakter orang mu’min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap manusia. Karena pada dasarnya kita memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya. Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama-sama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya, Amin.


DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Qayyim Al-Zauwjiyyah, Al-Fawa’id.
Supiana dan karman, 2003, materi pendidikan islam, (bandung : rosda).
Saputra Thiyib sah dan wahyudin, 2004, aqidah akhlak, (semarang: toha putra)
Departemen Agama RI, 2004, Al-Qur’an digital dan terjemahan, K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV Diponegoro, Bandung.
Tasmara Toto, 2001, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence), (Jakarta: Gema Insani Press).




[1] Ibnu Qayyim Al-Zauwjiyyah, Al-Fawa’id. H. 95.
[2] Supiana dan karman, materi pendidikan islam, (bandung : rosda 2003) hal 228.
[3] Thiyib sah saputra dan wahyudin, aqidah akhlak, (semarang: toha putra, 2004) hal 175-176.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an digital dan terjemahan, K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV Diponegoro, Bandung.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an digital dan terjemahan, K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV Diponegoro, Bandung.
[6] K.H. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence), (Depok: Gema Insani Press,2001) hlm. 212.