MAKALAH
TAREKAT
QADIRIYAH
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Revisi
Mata Kuliyah: Tarekat dan Konsep
Suluk
Dosen Pengampu: Dr. Imam Khanafi Al-Jauhari
M, Ag
Di Susun Oleh:
Tri
Wibowo (2032 111 009)
PRODI
AKHLAK TASAWUF
JURUSAN
USHULUDDIN DAN DAKWAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN 2014
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Qadiriyah adalah nama tarekat yang
dinisbatkan kepada seorang sufi besar yang sangat legendaris yaitu Syekh
Muhyiddin Abd Qadir al- Jailani. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting
dalam sejarah spiritualitas islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat
di dunia Islam.
Sebuah tarekat biasanya terdiri dari
pensucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan dan kesadaran sosial.
Pensucian jiwa artinya melatih rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan
sifat-sifat jelek yang menyebabkan dosa, dan mengisi dengan sifat-sifat
terpuji, taat menjalankan perintah agama, menjauhi larangan, taubat atas segala
dosa dan muhasabah introspeksi, mawas diri terhadap semua amalan-amalannya.
Kekeluargaan tarekat terdiri dari
syekh tarekat, syekh mursyid (khalifahnya), mursyid sebagai guru tarekat, murid
dan pengikut tarekat, ribath (tempat latihan), kitab-kitab, sistem dan metode
dzikir. Upacara keagamaan bisa berupa baiat, ijazah atau khirqah, silsilah,
latihan-latihan, amalan-amalan tarekat talqin wasiat yang diberikan dan
dialihkan seorang syekh tarekat kepada murid-muridnya. Dari unsur-unsur diatas
salah satu yang paling penting dalam sebuah tarekat adalah silsilah sampai
kepada Nabi. Karena silsilah akan menjadi tolak ukur sebuah tarekat itu
mu’tabaroh (dianggap sah) atau tidak, serta dasar-dasar ajaran tarekat dan
pengalaman-pengalaman tarekat yang mereka ajarkan itu berasal dari nabi atau
bukan.
B. Rumusan
Masalah?
§ Mengenal Tokoh pendiri tarekat
Qadariyah Syaich Abdul Qadir Al-Jailani?
§ Seperti Apakah Doktrin Tarekat
Qadariyah?
§ Bagaimakah Historis proses
kemunculan Thariqah Qadariyah Di indonesia?
PEMBAHASAN
1. Tarekat
Qadiriyah
a) Pendiri
dan riwayat hidupnya
Syekh Abd al-Qadir Jilani al-gauts atau Quthb Awliya lahir di
desa Naif kota Gilan (wilayah Iraq sekarang) tahun 470 H atau 1077 M, wilayah
yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Dan meninggal di Baghdad pada tahun
561 H atau 1166 M. Ibunya seorang perempuan yang shalehah bernama Fathimah
binti Abdullah al-Shama’i al-Husaini keturunan Rasulullah Saw. Ketika
melahirkan Syekh Abd Qadir jilani ibunya berumur 60 tahun. Suatu kelahiran yang
tidak lazim bagi wanita yag seumurnya. Ayahnya bernama Abu-Shalih, jauh sebelum
kelahirannya ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad Saw yang diiringi oleh
para sahabat, imam mujahidin, dan wali.
Nabi Muhammad berkata kepada Abu
Shalih,”wahai Abu Shalih” Allah akan memberi anak laki-laki, anak itu kelak
akan mendapat pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana halnya aku
mendapat pangkat tertinggi dalam kenabian dan kerasulan.
Syekh Abd Qadir jilani menurut pandangan sufi adalah wali tertinggi (sultonul
awliya) pemimpin para wali yang sering disebut quthub al-awliya atau wali
quthub.
Nama lengkap dan silsilah Syekh Abd
Qadir jilani sampai ke Nabi Muhammad Saw adalah Abu Muhammad Abd al-Qadir
Jilani ibn Abi Shalih ibn Musa ibn Janki Dusat ibn Abi Abdillah ibn Yahya
al-Zahid ibn Muhammad ibn Daud ibn Musa ibn Abd Allah al-Mahdi ibn Hasan
al-Musanna ibn Hasan al-Sibthi ibn Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
al-Bathul binti Rasulallahi Saw. Silsilah ini amat penting artinya dalam
tradisi tarekat karena “Darah Biru” spiritual harus bersambung sampai kepada
Nabi Muhammad SAW. Di samping Itu, bersambungnya silsilah tersebut merupakan
indikator bahwa tarekat tersebut di anggap muktabar.
§ Silsilah Thariqah Qadiriyah Hingga
Di Indonesia
Allah S.W.T
Malaikat Jibril
Nabi Muhammad S.A.W
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib
Sayyidina Husein
Imam Zainul Abidin
Muhammad Al-Baqir
Ja’far Shadiq
Musa Al-Kadzim
Abul Hasan Ali ibn Musa al-Ridho
Ma’ruf al-Karkhi
Sari al-Saqathi
Abul Qasim al-Junaid al-Bagdadi
Abu Bakar Dulafi al-Syibli
Abdul Wahid al-Tamimi
Abul Faraj al-Thusi
Abu Hasan Ali al-Hakkari
Ibu Said Al-Mubarak Al-Mahzumi
Syeikh Abdul Qadir Jilani
Moh Hattak
Syamsuddin
Syarafuddin
Zainuddin
Nuruddin
Waliyuddin
Hisyamuddin
Yahya
Abu Bakar
Abdurrahim
Usman
Klamuddin
Abdul
Fattah
Moh. Murod
Syamsuddin
Ahmad Khotib Sambas ibn Abdul Gaffar
Abdul Karim
Ahmad Hasbullah ibn Muhammad Madura
Moh Kholil
Moh Romli Tamim
Usman Ishaq
Bersambungnya silsilah tersebut
merupakan idikator bahwa tarekat tersebut di anggap Muktabarroh. Keutamaan
Syekh Abd Qadir sudah tampak semenjak bayi, ia tidak mau menyusu disiang hari
kepada ibunya selama bulan ramadhan, begitu juga dengan kejujurannya Syekh Abd
Qadir, sudah terlihat semenjak usia balita. Disamping itu karena penghormatan
yang sangat tinggi kepadanya menimbulkan cerita-cerita kekeramatan yang sangat
luat biasa. Namun tidak dapat dipungkiri akan ketinggian ilmunya dan kekuatan
pengaruhnya. Kepribadiannya yang sangat menarik, artikulasi bahasa yang bagus
menjadikan ia tokoh yang sangat dihormati dan dikenang sepanjang zaman. Dalam
bidang hukum islam, beliau lebih cenderung pada mazhab Hambali, sedangkan
pemikiran kalamnya lebih keliatan warna teologi Asy’ari.
b) Sejarah
Perkembangannya
Qadiriyah adalah nama tarekat yang
dinisbatkan kepada seorang sufi besar yang sangat legendaris yaitu Syekh
Muhyiddin Abd Qadir al- Jailani. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting
dalam sejarah spiritualitas islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di
dunia Islam. Kendati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah
kematiannya, semasa hidup sang syekh telah memberikan pengaruh yang sangat
besar pada pemikiran dan sikap umat islam. Dia dipandang sebagai sosok ideal
dalam keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun generasi selanjutnya
mengembangkan sekian banyak legenda yang berkisar pada aktivitas spiritualnya,
sehingga muncul berbagai kisah ajaib tentang dirinya.
Syekh Abd Qadir al-Jilani memimpin
madrasah dan ribathnya di Baghdad. Sepeninggalnya kepemimpinannya dilanjutkan
oleh anaknya yang bernama Abd Wahab (552-593 H atau 1151-1196 M). Dan setelah
Abd Wahab wafat maka kepemimpinannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama
Abdussalam (w. 611 H atau 1241 M). Madrasah dan ribat (pemondokan para sufi),
secara turun temurun tetap berada dibawah pengasuhan keturunan Syekh Abd Qadir
al-jilani. Hal ini berlangsung sampai hancurnya kota Baghdad oleh ganasnya
serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (1258 M atau 656 H).
Serangan Hulagu Khan inilah yang menghancurkan sebagian besar keluarga Syekh
Abd Qadir al-Jilani, serta mengakhiri eksistensi madrasah dan ribatnya di kota
Baghdad.
Perkembangan tarekat ini sangat
meluas, Menurut
Trimingham, sebagaimana di kutip olehMartin Bruinessen, mengatakan bahwa
sekitar tahun 1300 tarekat qadariyah sudah mapan di irak dan suriah, tetapi
masih kecil belum disebarluaskan ke luar wilayah ini. Baru satu abad kemudian
tarekat ini masuk benua india untuk pertama kalinya dan barumulai berkembang menjelang
akhir abad ke-15. Pada masa yang sama, tarekat ini juga mulai berkembang di
Afrika Utara. Sekitar tahun1550, tarekat ini dibawa ke Afrika timur. di turki
tarekat qadariyah baru masuk pada awal abad ke-17, dan kemudian berkembang
setelah abad tersebut. Tokoh besarnya, Ismail Rumi (w. 1643).
Tarekat qadariyah di bawa ke india
pertama kali oleh Mir Nurullah. Ia adalah cucu tokoh sufi iran yang besar, syah
ni’matullah Wali. Di india wilayah yang menjadi tempat pertama kalinya tarekat
qadariyah masuk adalah negara Bidar, di bagian Barat India Tengah. Sedangkan
daerah india yang subur bagi tarekat qadariyah adalah Gujarat (India bagian
Barat). Guru pertama disana agaknya adlah sayyid Jamil Patsri, yang mengkalaim
diri keturunan Abdul Qadir sendiri melalui putranya, Abdu AL-wahab. Selain dia
dua keturunan syaich Abdul Qadir lainya juga datang dan menetap di Ahmadabad.
Semasa dengan tiga syaich tarekat ini, dua syaich dari jalur lain juga
mengajarkan Tarekat Qadariyah di kota Burhanpur, yakni syaich Husain Khuda Nama
dan putranya sayid Abd’ Al-Shamad Khuda-Numa.
Proses masuknya tarekat Qadariyah ke
indonesia di kisahkan lewat penyair besar Hamzah Fansuri. Ia mendapat Khilafat
(Ijazah UntukMengajar) ilmu syaich Abdul Qadir ketika bermukim di Ayuthia, ibu
kota Muangthai (Orang persia dan india menamakanya dalam bahasa persi, syahr-i
Naw, Kota Baru). Hal itu dapatdi buktikanadanaya baityang berbunyi:
Hamzah nin asalnya Fansuri
Mendapat Wujud di tanah Syahr Nawi
Beroleh khilafat yang ali
Dari pada Abdul Qadir Jailani.
Namun ada pendapat lain bahwa Hamzah
Fansuri mendapat Khilafat di Baghdad, tetapi yang pasti beliau adalah orang
Indonesia pertama yang menganut Tarekat Qadariyah dan Qadariyah adalah tarekat
pertama yang disebut dalam sumber-sumber pribumi. Pada waktu itu beliau
berziarah ke makam Syai Abdul Qadir yang
terletak di kota Baghdad dan barang kali terjadi pembaitanya dalam ilmu Syaich
Abdul Qadir, hal itu bisa dilihat dalam syair berikut:
Syaich Al-Fansuri Terlalu Ahli,
Beroleh Khilafat Di Benua Baghdad.
Indikasi bahwa Tarekat Qadariyah
bertahan di Aceh setelah Hamzah sekitar Tahun 1645, syaich yusuf Makasar dan ia
masuk Tarekat Qadariyah disana, seperti yang ditulis dalam risalah Safinah
al-Najat.
2. Ajaran dan
Praktik tarekat qadariyah
a. Aspek
ajaran
Menurut al-Sya’rani bahwa bentuk dan
karakter tarekat Qadariyah adalah tauhid, sedangkan pelaksanaannya tetap
menempuh jalur syariat lahir dan batin. Syaikh Ali ibn al-Hayti menilai
bahwa tarekat Syekh Abdul Qadir adalah pemurnian akidah dengan meletakan diri
pada sikap beribadah, sedangkan Ady ibn Musafir mengatakan bahwa karakter
tarekat qadariyah adalah tunduk dibawah garis keturunan takdir dengan
kesesuaian hati dan roh serta kesatuan lahir dan batin.
Ajaran spiritual Syekh Abdul Qadir
berakar pada konsep tentang dan pengalamannya akan Tuhan. Baginya, Tuhan dan
tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstraksi logis, melainkan sebuah
pribadi yang kehadiran-Nya merengkuh seluruh pengalaman etis, intelektual dan
estetis seorang manusia. Ia selalu merasakan bahwa tuhan senantiasa hadir.
Nasihat Rasulullah dalam hadits, “Sembahlah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa ia
melihatmu. Ini merupakan semboyan hidupnya yang diterjemahkan dalam praktik
kehidupan sehari-hari.
Khotbahnya menggambarkan keluasan
kesadarannya akan kehadiran Tuhan yang serba meliput. Ia meyakini bahwa
kesadara ini membersihkan dan memurnikan hati seorang manusia, serta
mengakrabkan hati dengan alam roh. Ajaran Syekh Abdul Qadir selalu menekankan
pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu beliau memberikan beberapa
petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tinggi yaitu taubat, zuhud, tawakal,
syukur, ridha, dan jujur.
Diantara praktik spiritual yang diadopsi
oleh tarekat Qadariyah adalah “dzikir”, melantunkan asma Allah berulang-ulang.
Didalam praktik dzikir terdapat beberapa tingkatan dalam penekanannya.
Dzikir dengan satu gerakan dilakukan dengan
mengulang-ngulang asama Allah, melalui tarikan nafas yang kuat, diikuti dengan
penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan sampai nafas
kembali normal.
Dzikir dengan dua gerakan dilakukan dengan duduk dalam
posisi shalat, kemudian melantunkan asma Allah di dada sebelah kanan, lalu
dijantung dengan berulang-ulang, hal ini dianggap efektif untuk meningkatkan
konsentrasi dan menghilangkan rasa gelisah dan pikiran yang kacau.
Dzikir tiga gerakan dilakukan dengan duduk bersila dan
mengulang pembacaan asma Allah dibagian dada sebelah kanan, kemudian disebelah
kiri dan akhirnya dijantung. Kesemuanya dilakukan dengan intensitas yang lebih
tinggi dan pengulangannya yang lebih sering.
Dzikir empat dilakukan dengan duduk bersila, dengan
mengucapkan asma Allah berulang-ulang di dada sebelah kanan, kemudian disebelah
kiri, lalu ditarik kearah jantung, dan terakhir dibaca di depan dada. Cara
terakhir ini dilakukan lebih kuat dan lebih lama.
Praktik dzikir ini dapat dilakukan
bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau perlahan , sambil duduk membentuk
sebuah lingkaran setelah shalat, pada waktu shubuh maupun malam hari. Jika
seorang pengikut sanggup melantunkan asma Allah empat ribu kali setiap harinya,
tanpa putus selama dua bulan, dapat diharapkan bahwa dirinya telah memiliki
kualifikasi untuk meraup pengalaman spiritual tertentu.
Setelah melakukan dzikir, tarekat
menganjurkan untuk melakukan pegaturan nafas (pas-i anfas) sedemikian rupa,
sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan nafas, asma Allah bersikulasi
dalam tubuh secara otomatis. Kemudian diikuti dengan murokobah. Dan dianjurkan
untuk berkonsentrasi pada sejumlah ayat Al-Quran atau sifat-sifat ilahi
tertentu, hingga sungguh-sungguh terserap pada kontemplasi.
PENUTUP
§ Kesimpulan
Setelah saya, berfikir , dan
mengkaji ulang buku-buku yang menjadi bahan referensi makalah saya, saya sangat
kesulitan sekali kira-kira kata-kata apa yang pantas saya tuliskan untuk
menjadi penutup kesimpulan dari makalah ini. Ada sebuah hadits yang mengatakan”
al-insanu mahalul khoto wa nisyan” manusia itu adalah tempat kesalahan
dan kelupaan, karena terkadang manusi itu berbuat salah, namun terkadang
manusi itu juga berbuat benar. Begitu juga karena keterbatasan ilmu yang saya
miliki, saya hanya bisa mengutip poin-poin yang menurut saya sangat penting
sekali untuk diketahui, sebagi bahan kesimpulan makalah metodologi ini:
- Salah satu yang paling penting dalam sebuah tarekat
adalah silsilah, karena ini akan menjadi sebuah tolak ukur apakah tarekat
itu dianggap muktabaroh (sah) atau tidak
- Tarekat Qadiriyah adalah aliran tarekat yang pertama
kali muncul dan sebagai pelopor bagi munculnya tarekat-tarekat yang lain
- Tarekat Qadiriyah pertama kali berkembang di Baghdad,
terus menyebar keseluruh pelosok bumi, hingga ke Indonesia.
- Diantara metode yang diadopsi oleh tarekat Qadiriyah
adalah dzikir lailaha illallah
- Terakhir, pada intinya tujuan tarekat sendiri tiada
lain untuk mencari kedekatan beribadah yang lebih dekat dengan tuhan.
Sebagi pensucian jiwa dari segala dosa dan kesalahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshary, M.
Hilman. (ed.), Resonansi Spiritual Wali Quthub Syaich Abdul Qadir Jailani,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2004
Drs. Aqib, Kharisudin. M.Ag. 1998. AL-HIKMAH
memahami ‘teosofi tarekat qodariyah wa naqsabandiya’. Dunia Ilmu. Surabaya
Hj. Dr. Mulyati, Sri. MA. 2011. Tarekat-tarekat
Muktabarah di Indonesia. Kencana. Jakarta